Jumat, 26 Juni 2009

Perbanyakan Pisang Cavendish Secara Kultur Jaringan

“ Perbanyakan Tanaman Pisang Cavendish Melalui Teknik Kultur Jaringan “.
Oleh
Zaki Thahir Abdul Mudzakir
K 4030726
Jurusan Manajemen Agribisnis, Program Studi Manajemen Agroindustri, Konsentrasi Kultur Jaringan Tanaman
email : zacky_zone07@yahoo.co.id


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM),/ merupakan hal yang sangat penting dalam menyongsong era globalisasi. Salah satu upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia adalah melalui pendidikan.

Pendidikan merupakan faktor utama yang secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan suatu bangsa baik langsung maupun tidak langsung. Penyelenggaraan pendidikan formal sebagian dari tahapan rencana strategis pendidikan nasional dan pengembangan Sumber Daya Manusia dalam rangka mempersiapkan pemenuhan kebutuhan permintaan tenaga kerja professional.

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) pertanian Cianjur mempunyai tugas dan fungsi di bidang pertanian melalui program pendidikan dan pelatihan. Untuk program pendidikan saat ini PPPPTK Pertanian Cianjur menyelenggarakan Pendidikan Diploma 4 Managemant Agroindustri yang bekerja sama dengan Politeknik Negeri Jember. Diharapkan lulusan pendidikan ini dapat memenuhi kebutuhan tenaga ahli didaerah maupun instansi lain di daerah masing-masing. Untuk mengenal lingkungan kerja dan untuk menambah kompetensi, maka mahasiswa harus melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan di industri/instansi yang relevan. Disamping itu, Praktik Kerja Lapangan merupakan bagian dari program pendidikan D4 di PPPPTK Pertanian Cianjur, Untuk memenuhi SKS yang telah ditentukan.

Pisang tidak mengenal musim panen, dapat berbuah setiap saat. Hasilnya dapat mencapai 1 - 17 sisir setiap tandan atau 4 - 40 Kg per tandan, tergantung jenisnya. Dalam satu tandan pisang Tanduk terdapat 1 - 7 sisir, sedangkan pada pisang Ambon 7 - 17 sisir. Buahnya dapat dimakan langsung atau diolah terlebih dahulu.

Permintaan pisang di dalam negeri sangat baik karena hampir semua masyarakat kita mengonsumsi pisang. Umumnya masyarakat menginginkan pisang yang rasanya manis atau manis sedikit asam, serta beraroma harum. Di pasaran, pisang dijual dengan berbagai tingkatan mutu, dengan harga yang sangat bervariasi satu sama lain. Selain buahnya, tanaman pisang juga dapat dimanfaatkan dari bagian bonggol hingga daunnya. Bonggol tanaman pisang (berupa umbi batang) dan batang muda dapat diolah menjadi sayuran. Bunga pisang (dikenal sebagai jantung pisang) dapat digunakan untuk sayur, manisan, acar, maupun lalapan. Daunnya lazim digunakan untuk pembungkus makanan, yang dapat memberikan rasa harum spesifik pada nasi yang dibungkus dalam keadaan panas.

Salah satu tanaman buah-buahan yang diperbanyak secara komersial dengan teknik kultur jaringan adalah pisang (iptek.net.id. 2007). Pisang biasanya diperbanyak secara vegetatif menggunakan anakan atau bonggolnya. Ukuran anakan yang cukup besar menyulitkan transportasi bibit dari satu tempat ke tempat penanamannya. Anakan yang diproduksi oleh satu induk pisang ukuran dan umurnya beragam, sehingga sangat sulit untuk memperoleh anakan berukuran seragam dalam jumlah memadai untuk perkebunan pisang secara komersial. Perbanyakan klonal pisang dengan teknik kultur jaringan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut.

Berbagai jenis bibit pisang lokal dan import telah diperbanyak dengan teknik kultur jaringan ini, misalnya pisang barangan, mas, ambon hijau, kepok kuning dan cavendish. Bibit pisang produksi kultur jaringan tersebut dewasa ini telah dijual secara komersial dan dapat diperoleh dengan mudah.

Bibit pisang kultur jaringan adalah bibit yang dihasilkan melalui biakan jaringan meristem (sel meristem) pada media buatan dalam kondiosi aseptik.

Keunggulan bibit pisang hasil kultur jaringan dibandingkan dengan anakan antara lain:

1. Bibit kultur jaringan terbebas dari virus mozaik, bakteri layu moko dan layu panama

2. Bibit yang dihasilkan memiliki pertumbuhan dan kualitasnya genetiknya seragam.

B. Tujuan

1. Memperoleh ilmu dan pengalaman mengenai perbanyakan pisang secara kultur jaringan dari industri

2. Mengetahui kondisi yang objektif di lapangan kerja

3. Mengetahui metode perbanyakan bibit pisang Cavendish melalui teknik kultur jaringan.

4. Memenuhi persyaratan akademik

C. Sasaran

1. Dapat kompeten dalam kegiatan kultur jaringan di industri khususnya cara perbanyakan tanaman pisang Cavendish secara kultur jaringan

2. Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang didapat

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Singkat

Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku Musaceae. Beberapa jenisnya (Musa acuminata, M. balbisiana, dan M. ×paradisiaca) menghasilkan buah konsumsi yang dinamakan sama. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-kelompok tersusun menjari, yang disebut sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, ungu, atau bahkan hampir hitam. Buah pisang sebagai bahan pangan merupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama kalium.

Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut:

  • Divisi : Spermatophyta
  • Sub divisi : Angiospermae
  • Kelas : Monocotyledonae
  • Keluarga : Musaceae
  • Genus : Musa
  • Spesies : Musa paradisiaca L. atau Musa cavendishii

Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang.

Pusat keragaman utama pisang terletak di daerah Malesia (Asia Tenggara, Papua dan Australia tropika). Pusat keragaman minor juga terdapat di Afrika tropis. Tumbuhan ini menyukai iklim tropis panas dan lembab, terutama di dataran rendah. Di daerah dengan hujan merata sepanjang tahun, produksi pisang dapat berlangsung tanpa mengenal musim. Indonesia, Kepulauan Pasifik, negara-negara Amerika Tengah, dan Brasil dikenal sebagai negara utama pengekspor pisang. Masyarakat di negara-negara Afrika dan Amerika Latin dikenal sangat tinggi mengonsumsi pisang setiap tahunnya (http://wapedia.mobi/id/Pisang . 2008).

Pisang telah lama akrab dengan masyarakat Indonesia, terbukti dari seringnya pohon pisang digunakan sebagai perlambang dalam berbagai upacara adat. Pohon pisang selalu melakukan regenerasi sebelum berbuah dan mati, yaitu melalui tunas-tunas yang tumbuh pada bonggolnya. Dengan cara itulah pohon pisang mempertahankan eksistensinya untuk memberikan manfaatkan kepada manusia. Filosofi tersebutlah yang mendasari penggunaan pohon pisang sebagai simbol niat luhur pada upacara pernikahan.

Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan tanaman pisang tersebar luas di Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang (www.kompas.com. 2008).

B. Manfaat Pisang

Pasar pisang di dalam negeri sangat baik karena hampir semua masyarakat kita mengonsumsi pisang. Umumnya masyarakat menginginkan pisang yang rasanya manis atau manis sedikit asam, serta beraroma harum. Di pasaran, pisang dijual dengan berbagai tingkatan mutu, dengan harga yang sangat bervariasi satu sama lain.

Selain buahnya, tanaman pisang juga dapat dimanfaatkan dari bagian bonggol hingga daunnya. Bonggol tanaman pisang (berupa umbi batang) dan batang muda dapat diolah menjadi sayuran. Bunga pisang (dikenal sebagai jantung pisang) dapat digunakan untuk sayur, manisan, acar, maupun lalapan. Daunnya lazim digunakan untuk pembungkus makanan, yang dapat memberikan rasa harum spesifik pada nasi yang dibungkus dalam keadaan panas.

Berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan manusia, pohon pisang dibedakan atas tiga macam, yaitu pisang serat, pisang hias dan pisang buah. Pada pisang serat (Musa textilis), yang dimanfaatkan bukan buahnya, tetapi serat batangnya untuk pembuatan tekstil. Pisang hias umumnya ditanam bukan untuk diambil buahnya tetapi sebagai hiasan yang cantik, contohnya adalah pisang kipas dan pisang-pisangan.

Pisang buah (Musa paradisiaca) ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya. Pisang buah dapat dibedakan atas empat golongan. Golongan pertama adalah yang dapat dimakan langsung setelah matang (disebut juga pisang meja), contohnya adalah: pisang kepok, susu, hijau, mas, raja, ambon kuning, ambon lumut, barangan, serta pisang cavendish. Golongan kedua adalah yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, contohnya pisang tanduk, oli, kapas, dan pisang bangkahulu. Golongan ketiga adalah pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun setelah diolah terlebih dahulu, contohnya pisang kepok dan pisang raja. Golongan keempat adalah pisang yang dapat dimakan sewaktu masih mentah, misalnya pisang klutuk (pisang batu) yang berasa sepat dan enak untuk dibuat rujak. Pisang klutuk beserta kulitnya sering ditambahkan ke dalam rujak untuk mencegah sakit perut atau mules setelah makan rujak.

Di Indonesia, terdapat lebih dari 230 jenis pisang, tetapi yang umum dijual di pasaran dan umum dikonsumsi adalah: pisang barangan, raja, raja sereh, raja uli, raja jambe, raja molo, raja kul, raja tahun, raja bulu, kepok, tanduk, mas, ambon lumut, ambon kuning, nangka, kapas, kidang, lampung, dan pisang tongkat langit.

Buah pisang matang merupakan buah yang mudah busuk, karena kadar airnya yang cukup tinggi. Untuk memperpanjang daya awet dan daya gunanya, buah pisang dapat diolah menjadi berbagai produk. Buah pisang mentah dapat diolah menjadi gaplek, tepung, pati, sirop glukosa, tape, dan keripik. Buah pisang matang dapat diolah menjadi sale, selai, dodol, sari buah, anggur, pure, saos, nectar, pisang goreng, pisang epe, pisang rebus, kolak, getuk, ledre, pisang panggang keju, serta aneka kue lainnya (www.kompas.com. 2008).

Produk utama pisang adalah buahnya. Pisang dimanfaatkan baik dalam keadaan mentah, maupun dimasak, atau diolah menurut cara-cara tertentu. Pisang dapat diproses menjadi tepung, kripik, 'puree', bir, cuka, atau didehidrasi. Daun pisang digunakan untuk menggosok lantai, sebagai alas 'kastrol' tempat membuat nasi 'liwet', dan sebagai pembungkus berbagai makanan. Serat untuk membuat kain dapat diperoleh dari batang semunya. Bagian-bagian vegetatif beserta buah-buah yang tidak termanfaatkan digunakan sebagai pakan ternak; bagian-bagian vegetatif itu khusus dimanfaatkan jika pakan ternak dan air sulit diperoleh (batang semu itu banyak mengandung air). Tanaman pisang (atau daun dan buahnya) juga memegang peranan dalam upacara-upacara adat, misalnya di Indonesia, untuk upacara pernikahan, ketika mendirikan rumah, dan upacara keagamaan setempat. Dalam pengobatan, daun pisang yang masih tergulung digunakan sebagai obat sakit dada dan sebagai tapal dingin untuk kulit yang bengkak atau lecet. Air yang keluar dari pangkal batang yang ditusuk digunakan untuk disuntikkan ke dalam saluran kencing untuk mengobati penyakit raja singa, disentri, dan diare. air ini juga digunakan untuk menyetop rontoknya rambut dan merangsang pertumbuhan rambut. Cairan yang keluar dari akar bersifat anti-demam dan memiliki daya pemulihan kembali. Dalam bentuk tepung, pisang digunakan dalam kasus anemia dan casa letih pada umumnya, serta untuk yang kekurangan gizi. Buah yang belum matang merupakan sebagian dari diet bagi orang yang menderita penyakit batuk darah (haemoptysis) dan kencing manis. Dalam keadaan kering, pisang bersifat antisariawan usus.

Buah yang matang sempurna merupakan makanan mewah jika dimakan pagi-pagi sekali. Tepung yang dibuat dari pisang digunakan untuk gangguan pencernaan yang disertai perut kembung dan kelebihan asam.

(http://dapurmlandhing.dagdigdug.com/2008/04/26/pisang/. 2008).

C. Ciri-Ciri Pisang Cavendish

Pisang (Musa sp.) merupakan komoditas buah tropis yang sangat popular di dunia. Hal ini dikarenakan rasanya lezat, gizinya tinggi, dan harganya relatif murah. Pisang merupakan salah satu tanaman yang mempunyai prospek cerah di masa datang karena di seluruh dunia hampir setiap orang gemar mengkonsumsi buah pisang. Selain itu tanaman pisang sangat mudah dibudidayakan dan cepat menghasilkan sehingga lebih disukai petani untuk dibudidayakan. Banyak jenis tanaman pisang komersial yang telah dibudidayakan di Indonesia, salah satunya adalah Pisang Cavendish.

Pisang Cavendish di Indonesia lebih dikenal dengan Pisang Ambon Putih. Varietas yang dikembangkan di SEAMEO BIOTROP adalah jenis Pisang Cavendish Grand Naim yang banyak dijual di supermarket sebagai pisang meja yaitu pisang yang dihidangkan langsung untuk dikonsumsi. Pisang Cavendish juga banyak dijadikan sebagai konsumsi pabrik puree, tepung pisang sebagai bahan makanan bayi.

Pohon Pisang Cavendish mempunyai tinggi batang 2,5 - 3 m dengan warna hijau kehitaman. Daunnya berwarna hijau tua. Panjang Tandan 60 - 100 cm dengan berat 15 - 30 kg. Setiap tandan terdiri dari 8 - 13 sisiran dan setiap sisiran ada 12 - 22 buah. Daging buah putih kekuningan, rasanya manis agak asam, dan lunak. Kulit buah agak tebal berwarna hijau kekuningan sampai kuning muda halus. Umur panen 3 - 3,5 bulan sejak keluar jantung. Jantung pisang Cavendish akan tumbuh pada saat pohon pisang berumur 9 bulan. Pematangan buah memerlukan waktu 3-3,5 bulan, sehingga panen pisang Cavendish rata-rata pada umur 12 bulan setelah tanam.

Meningkatnya permintaan buah pisang untuk kebutuhan lokal maupun untuk ekspor, diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bibit Pisang Cavendish yang berkualitas. Oleh karena itu, Laboratorium Kultur Jaringan, SEAMEO BIOTROP telah memproduksi bibit Pisang Cavendish melalui teknik kultur jaringan.

Keunggulan bibit pisang hasil kultur jaringan dibandingkan dengan bibit dari anakan adalah bibit kultur jaringan terbebas dari penyakit seperti Bakteri Layu Moko (Pseudomonas solanacearum) dan Layu Panama (Fusarium oxysporum cubense). Penyakit ini sangat ditakuti oleh petani pisang. Keunggulan lain adalah bibit yang dihasilkan pertumbuhan dan kualitas genetiknya seragam.

Selain Pisang Cavendish, Laboratorium Kultur Jaringan, Services Laboratory - SEAMEO BIOTROP juga memproduksi bibit Pisang Barangan, Pisang Raja Bulu, Pisang Tanduk, Pisang Ambon Kuning, Pisang Kepok Kuning dan Pisang Abaka (http://brmc.biotrop.org/web/ . 2008).

D. Cara Perbanyakan Tanaman Pisang Cavendish

1. Pembibitan

Pisang umumnya diperbanyak dengan anakan. Anakan yang berdaun pedang-lah yang lebih disenangi petani, sebab pohon pisang yang berasal dari anakan demikian akan menghasilkan tandan yang lebih besar pada panen pertamanya (tanaman induk). Bonggol atau potongan bonggol juga digunakan sebagai bahan perbanyakan. Bonggol ini biasanya dibelah dua dan direndam dalam air panas (52° C) atau dalam larutan pestisida untuk membunuh nematoda dan penggerek penggerek sebelum ditanamkan. Kini telah dikembangkan kultur jaringan untuk perbanyakan secara cepat, melalui ujung pucuk yang bebas-penyakit. Cara ini telah dilaksanakan dalam skala komersial, tetapi adanya mutasi yang tidak dikehendaki menimbulkan kekhawatiran.

Penanaman pada umumnya dilakukan pada awal musim hujan. Bahan perbanyakan biasanya ditanamkan sedalam 30 cm. Pisang dapat dijadikan tanaman utama atau tanaman pencampur pada sistem tumpang sari. Pisang biasanya ditanam sebagai tanaman perawat (nurse drop) untuk tanaman muda coklat, kopi, lada, dan sebagainya. Juga dapat digunakan sebagai tanaman sela pada perkebunan karet atau kelapa sawit yang baru dibangun, atau ditanam di bawah pohon-pohon kelapa yang telah dewasa. Jika ditanam sebagai tanaman utama, pisang biasanya ditumpangsarikan dengan tanaman semusim.

Pisang diperbanyak dengan cara vegetatif berupa tunas-tunas (anakan).

a. Persyaratan Bibit : Tinggi anakan yang dijadikan bibit adalah 1-1,5 m dengan lebar potongan umbi 15-20 cm. Anakan diambil dari pohon yang berbuah baik dan sehat. Tinggi bibit akan berpengaruh terhadap produksi pisang (jumlah sisir dalam tiap tandan). Bibit anakan ada dua jenis: anakan muda dan dewasa. Anakan dewasa lebih baik digunakan karena sudah mempunyai bakal bunga dan persediaan makanan di dalam bonggol sudah banyak. Penggunaan bibit yang berbentuk tombak (daun masih berbentuk seperti pedang, helai daun sempit) lebih diutamakan daripada bibit dengan daun yang lebar.

b. Penyiapan Bibit : Bibit dapat dibeli dari daerah/tempat lain atau disediakan di kebun sendiri. Tanaman untuk bibit ditanam dengan jarak tanam agak rapat sekitar 2 x 2 m. Satu pohon induk dibiarkan memiliki tunas antara 7-9. Untuk menghindari terlalu banyaknya jumlah tunas anakan, dilakukan pemotongan/penjarangan tunas.

c. Sanitasi Bibit Sebelum Ditanam : Untuk menghindari penyebaran hama/penyakit, sebelum ditanam bibit diberi perlakuan sebagai berikut:

1) Setelah dipotong, bersihkan tanah yang menempel di akar.

2) Simpan bibit di tempat teduh 1-2 hari sebelum tanam agar luka pada umbi mengering. Buang daun-daun yang lebar.

3) Rendam umbi bibit sebatas leher batang di dalam insektisida 0,5–1% selama 10 menit. Lalu bibit dikeringanginkan.

4) Jika tidak ada insektisida, rendam umbi bibit di air mengalir selama 48 jam.

5) Jika di areal tanam sudah ada hama nematoda, rendam umbi bibit di dalam air panas beberapa menit.

2. Perbanyakan Secara Kultur Jaringan

Teknik Kultur Jaringan adalah mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.

Keuntungan Kultur Jaringan adalah :

a) Menghasilkan bibit dalam jumlah banyak, bermutu, seragam dalam waktu singkat

b) Sifat tanaman sama dengan induknya

c) Kesehatan bibit lebih terjamin

d) Kecepatan tumbuh lebih cepat dibanding konvensional

Langkah-langkah dalam proses Kultur Jaringan meliputi :

a) Pembuatan media

b) Inisiasi

c) Sterilisasi

d) Multiplikasi

e) Pengakaran

f) Aklimatisasi

Seiring dengan perkembangan pemahaman dan kemajuan kultur jaringan maka dewasa ini teknik-teknik kultur jaringan telah digunakan untuk berbagai tujuan termasuk industri bibit tanaman. Teknik perbanyakan mikro (mikropropagasi) telah lama digunakan dan merupakan salah satu contoh menarik dan klasik dari penerapan teknik kultur jaringan. Teknik ini dilakukan dengan cara menanam eksplan berupa pucuk beserta jaringan meristemnya yang dikenal sebagai teknik kultur pucuk (shoot tip culture) atau menanam tunas lateral dengan satu atau lebih buku (single node and multiple node culture). Teknik terakhir juga dikenal dengan istilah invitro layering. Perbanyakan mikro secara umum dapat diartikan sebagai usaha menumbuhkan bagian tanaman dalam media aseptis kemudian memperbanyak bagian tanaman tersebut sehingga dihasilkan tanaman sempurna dalam jumlah banyak. Tujuan utamanya adalah memproduksi tanaman dalam jumlah besar dan waktu yang singkat.

Teknik ini juga dikenal dengan upaya clonning untuk memproduksi klon tanaman dari jaringan vegetatif. Oleh karena itu tanaman yang dihasilkan melalui upaya clonning ini adalah identik atau serupa dengan induknya. Untuk mengenal lebih jauh tentang mikropropagasi akan dibahas tentang:

Metode perbanyakan vegetatif tanaman secara invitro adalah merupakan pengembangan dari teknik-teknik perbanyakan vegetatif yang telah dilakukan secara konvensional seperti stek, layering dan cangkok. Tujuan perbanyakan konvensional, misalnya stek, adalah merangsang terbentuknya organ adventif (akar pada stek batang, akar dan tunas pada stek daun dan stek akar) pada bahan stek dan jumlah bibit yang diperoleh dari satu bahan stek umumnya hanya satu. Pada perbanyakan vegetatif secara invitro umumnya digunakan tidak hanya untuk merangsang terbentuknya organ tanaman (akar, batang dan daun) namun juga memperbanyaknya sebelum tanaman kecil (plantlet) ini dipindahkan dari tabung kultur ke lapangan.

Metode yang dapat dilakukan dalam mikropropagasi tanaman dilakukan secara bertahap sejak tahap persiapan dan perlakukan stok tanaman (tahap 0) sampai tahap aklimatisasi (tahap IV).

Di atas telah dijelaskan bahwa mikropropagasi dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini bukan hanya menjelaskan prosedur mikropropagasi, namun juga menjelaskan saat perubahan pada lingkungan kultur misalnya perubahan komposisi dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam media. Ada lima tahapan dalam mikropropagasi, yaitu:

Tahap 0: tahap persiapan (preparasi)

Tahap 1: tahap induksi (pemacuan)

Tahap 2: tahap multiplikasi (perbanyakan)

Tahap 3: tahap pengakaran

Tahap 4: tahap transplantasi (pemindahahan) ke media terrestrial.

Tahap 0: persiapan (preparasi), seleksi dan persiapan pohon induk

Tahapan ini dilakukan sebelum eksplan diambil untuk perbanyakan. Pohon induk yang akan digunakan sebagai sumber eksplan harus dipilih secara hati-hati. Pohon ini adalah pohon dari spesies atau verietas yang akan diperbanyak, mempunyai vigor yang sehat dan bebas dari gejala serangan hama atau penyakit. Pohon induk atau bagian tanaman yang akan diambil sebagai eksplan perlu diperlakukan khusus agar mikropropagasi berhasil.

Perlakuan-perlakuan tersebut antara lain:

1) Penanaman di green house atau pot untuk mengurangi sumber kontaminan

2) Pemberian lingkungan yang sesuai atau perlakuan kimia untuk meningkatkan kecepatan multiplikasi dalam kondisi invitro

3) Indexing atau prosedur lain untuk mengetahui adanya penyakit sistemik oleh virus atau bakteri

4) Perangsangan pertumbuhan tunas-tunas dorman.

Pada permulaan pengerjaan kultur jaringan problem terbesar yang dihadapi adalah mengatasi kontaminasi. Tempat pengambilan eksplan sangat berpengaruh terhadap besarnya resiko kontaminasi oleh infeksi jamur. Eksplan yang diambil dari rumah kaca yang terjamin kondisi kehegienisannya akan jauh dapat mengurangi resiko terkontaminasi oleh infeksi jamur dibanding bila eksplan diambil dari lapangan. Namun ada yang lebih sulit untuk menghindari kontaminasi terhadap bakteri, karena sering sulit untuk membedakan apakah kontaminasi tersebut berasal dari bakteri endogin atau eksogin.

Idealnya tanaman induk yang akan dijadikan sebagai eksplan sebaiknya ditanam di dalam rumah kaca yang terjaga kehegienisannya. Ini tidak hanya dapat mereduksi populasi jumlah mikroorganisme yang hidup di permukaan tanaman, tetapi juga membantu untuk memproduksi tanaman berkualitas.

Pada tahap 0 termasuk juga beberapa intervensi yang dapat membuat eksplan lebih sesuai atau lebih siap sebagai material awal. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tanaman induk yang dimikropropagasi adalah cahaya, temperatur dan zat pengatur tumbuh.

Tahap 1 : tahap awal atau induksi (inisiasi)

Tahap awal ini sangat penting dan menentukan bagi keberhasilan mikropropagasi. Keberhasilan tahap ini pertama kali terlihat dari keberhasilan penanaman eksplan pada kondisi aseptis (bebas dari segala kontaminan) dan harus diikuti dengan pertumbuhan awal eksplan sesuai tujuan penanamannya (misalnya: perpanjangan pucuk, pertumbuhan awal tunas, atau pertumbuhan kalus pada eksplan). Setelah 1–2 minggu inkubasi, kultur yang terkontaminasi oleh bakteri atau jamur (baik pada media maupun eksplannya) dibuang. Tahap ini selesai dan kultur bisa dipindahkan ke tahap berikutnya bila eksplan yang tidak terkontaminasi telah tumbuh sesuai dengan harapan (misalnya tunas lateral atau tunas adventif tumbuh). Untuk eksplan yang mengalami kontaminasi berat atau yang sulit untuk disterilisasi maka eksplan terlebih dahulu dapat ditanam pada media inkubasi atau establishment yaitu media yang hanya mengandung gula dan agar saja dengan tujuan untuk isolasi eskplan yang tidak terkontaminasi sebelum diinisiasi pada tahap 1 mikropropagasi.

Tujuan dari tahap ini adalah memproduksi kultur axenic. Untuk kebanyakan pekerjaan mikropropagasi, eksplan yang dipilih adalah tunas aksilar atau terminal. Faktor-faktor yang berpengaruh pada keberhasilan pada tahap ini adalah:

1) Umur tanaman induk

2) Umur fisiologis dari eksplan

3) Tahap perkembangan dari eksplan

4) Ukuran dari eksplan.


Reaksi hipersensitif

Ketika jaringan tanaman diekspos pada situasi stress seperti luka mekanikal, metabolisme fenolik komplek terstimulasi. Intervensi ini menyebabkan reaksi hipersensitif, seperti: Melepaskan isi sel-sel yang rusak, reaksi-reaksi di dalam sel-sel tetangganya tetapi tanpa menunjukkan gejala adanya luka itu sendiri dan/atau mati prematur dari sel-sel yang spesifik dalam lingkungan luka atau tempat infeksi.

Pada umumnya metabolisme fenolik komplek mempunyai 3 tipe reaksi dalam merespon stress atau luka, yaitu:

1) Oksidasi dari terbentuknya fenolik komplek (munculnya senyawa quinon dan material polymerisasi)

2) Pembentukan turunan monomerik

3) Pembentukan turunan polimer fenolik.

Pembentukan monomer fenolik di dalam jaringan dapat memacu untuk mengakumulasi sejumlah besar produk, atau munculnya produk baru yang berperan dalam mekanisme proteksi dari jaringan yang luka. Peranan dari pruduk ini dapat membentuk pembatas fisik melawan invasi (seperti lignin), atau senyawa inhibitor dari pertumbuhan mikrobia (seperti quinon atau fitoalexin).

Umumnya, jaringan mengandung senyawa fenolik komplek berkonsentrasi tinggi, maka jaringan tersebut sulit untuk dikulturkan. Senyawa fenol adalah produk yang labil dan sangat mudah teroksidasi dan fenol teroksidasi dapat menjadi fitotoksit.

Strategi untuk mereduksi atau menghilangkan senyawa fenolik komplek tersebut adalah:

1) Mencuci atau membersihkan produk senyawa fenolik komplek dengan membersihkannya dengan merendam kedalam air pada jangka yang panjang atau mengabsorbsinya dengan arang aktif atau senyawa polyvinylpyrrolidone)

2) Menghambat kerja enzim fenolase menggunakan agen khelat

3) Mereduksi aktifitas fenolase dan kemampuan substrat dengan menggunakan pH rendah, dengan penambahan senyawa antioksidan seperti: asam askorbat, asam sitrat atau menginkubasikan kultur di dalam ruang gelap

4) Mereduksi terjadinya stress pada eksplan, terutama pada waktu sterilisasi atau penanaman, induk tanaman yang higienis dapat mengurangi stress

5) Penggunaan mikroelemen tertentu dapat menstimulasi terbentuknya senyawa fenol, seperti Mn2+ (berperan sebagai cofactor peroksidasi) dan Cu2+ (merupakan bagian dari enzim fenolase komplek). Oleh karena itu untuk jaringan yang menghasilkan fenolik komplek berlebihan disarankan untuk mengurangi konsentrasi atau tidak menggunakan unsur tersebut dalam media.

6) Menginkubasikan kultur dalam ruangan yang bersuhu rendah

7) Sebaiknya sebelum eksplan ditanam pada media perlakuan ditempatkan pada media tanpa zat pengatur tumbuh untuk mengurangi terjadinya pencoklatan atau penghitaman pada eksplan.

Tahap 2: tahap perbanyakan (multiplikasi)

Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh dan memperbanyak tunas. Kultur axenik yang telah dihasilkan pada tahap 1 dan pada tahap 2 dipindahkan pada media yang kaya akan sitokinin agar eksplan dapat menghasilkan tunas yang banyak yang selanjutnya pada tahap 3 nanti tunas-tunas tersebut dipindahkan pada media pengakaran untuk memacu pertumbuhan akar.

Pada tahap ini, eksplan dapat juga membentuk kalus (callogenesis) atau membentuk tunas (caulogenesis). Pada pertumbuhan kalus sering dihasilkan embrioid dan setiap embrioid nantinya akan membentuk individu tanaman baru (somatic embriogenesis), atau kadang memproduksi meristemoid yang akan tumbuh menjadi tunas (organogenesis). Callogenesis sering menimbulkan terjadinya aberasi genetik yang dikenal dengan istilah variasi somaklonal, sehingga tanaman yang dihasilkan tidak identik dengan tanaman induknya.

Tunas yang diperoleh pada tahapan ini digunakan sebagai bahan perbanyakan berikutnya, oleh karena itu pada tahapan ini dilakukan banyak sub kultur untuk melipatgandakan jumlah plantlet yang dihasilkan. Pada tahapan ini, tunas yang dihasilkan dipotong-potong dengan teknik single-node/multiple node culture maupun dengan mengambil pucuknya sebagai eksplan untuk perbanyakan. Bahan tersebut kemudian ditanam pada media baru yang umumnya mengandung sitokinin pada konsentrasi yang lebih tinggi dari auksin. Pada tahap ini dapat digunakan media cair (media tanpa agar), semi padat maupun media padat.

Dengan modifikasi media yang sesuai, tunas-tunas baru akan tumbuh dari potongan eksplan. Tahapan ini umumnya dilakukan sebanyak 8–10 kali sehingga akan dapat dihasilkan sejumlah besar tunas (ribuan tunas) dari satu eksplan pada tahapan inisiasi. Tunas tersebut selanjutnya dibesarkan atau diakarkan pada tahap mikropropagasi berikutnya.

Tahap 3: persiapan plantlet sebelum aklimatisasi (tahapan penangkaran)

Tunas atau plantlet yang dihasilkan dari tahapan ke 2 tersebut umumnya masih sangat kecil atau tunas yang belum dilengkapi dengan akar sehingga belum mampu untuk mendukung pertumbuhannya dalam kondisi invivo. Oleh karena itu, dalam tahap ini masing-masing plantlet yang dihasilkan ditumbuhkan untuk pembesaran, pengakaran dan perangsangan aktifitas fotosintesisnya. Teknik untuk mendapatkan plantula yang siap untuk di pindahkan ke media terrestrial pada tahap 4 antara lain, adalah:

1) Media untuk pengakaran dan perpanjangan tunas. Media perakaran yang digunakan tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Kluster tunas yang dihasilkan pada tahap 2 disimpan pada media tanpa ZPT dengan kelembaban yang sangat tinggi

2) Individu tunas (propagul) disubkultur ke media dengan mengurangi konsentrasi atau tanpa penambahan sitokinin dan menambah konsentrasi auksin serta kadang dengan mengurangi konsentrasi senyawa anorganik. Pada beberapa jenis tanaman pengakaran dapat dilakukan dengan cara menempakan tunas hasil tahap 2 (propagul) diletakkan pada aerasi media cair lebih baik dari pada pada media padat. Atau dengan cara memindahkan propagul ke media yang berisi auksin selama 1-2 hari, kemudian disubkultur lagi ke media tanpa auksin (induksi akar dipacu oleh adanya auksin, tetapi pertumbuhan akar dapat dihambat oleh keberadaan auksin dalam media). Atau propagul dicelupkan dalam larutan pangakaran (auksin) sebentar dan selanjutnya ditanam dalam medium tanpa auksin

3) Tahapan pemanjangan ini dapat ditempuh dengan cara meletakkan propagul pada medium agar tanpa sitokinin atau dengan konsentrasi yang sangat rendah selamas 2-4 minggu. Pada beberapa tanaman menggunakan penambahan GA3 dalam medium. Selanjutnya propagul dipindahkan ke media lainnya seperti teknik sebelumnya

4) Penggunaan media praaklimatisasi dan lingkungan kultur dengan penyinaran yang lebih intensitas cahayanya untuk perangsangan aktifitas fotosintesis misalnya penggunaan media dengan konsentrasi gula rendah/tanpa gula, penambahan intensitas cahaya, dan perlakuan dengan carbon dioksida.

Tahap 4 : aklimatisasi

Tahapan aklimatisasi ini adalah tahap pemindahan plantet dari kondisi invitro ke kondisi invivo. Tahap ini sangat penting dan harus dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak dilakukan dengan baik maka sebagian besar plantet yang dihasilkan dapat mati/musnah.


III. METODE PELAKSANAAN PKL

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan PKL

Kegaiatan praktek kerja lapangan dilaksanakan selama ± 2 bulan terhitung mulai dari tanggal 01 Desember s/d 13 Februari 2009 di Services Laboratory, SEAMEO BIOTROP yang terletak di Jl. Raya Tajur KM 6, PO BOX 116, Bogor Jawa Barat, Indonesia. Telp. (0251) 8357 175, Fax 062 – 0251 357 175.

B. Metode Kegiatan PKL

1. Orientasi

Sebelum melaksanakan kegiatan PKL, mahasiswa melakukan pelaporan kepada pimpinan industri dan berdiskusi mengenai kegiatan yang akan dilakukan di perusahaan dan diberikan pengarahan mengenai struktur organisasi laboratoriumserta peraturan yang harus diikuti oleh mahasiswa selama melakukan PKL di Services Laboratory. Selain itu mahasiswa juga diberikan pengarahan mengenai sekilas tentang profil usaha yang dikembangkan di laboratorium.

2. Observasi

Mahasiswa yang melakukan kegiatan PKL, melakukan observasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Observasi berupa pengamatan terhadap kondisi perusahaan, Letak pendirian perusahaan serta kegiatan produksi secara langsung maupun studi pustaka mengenai perusahaan bertujuan agar mengetahui secara luas dan riil manajemen serta kinerja maupun hasil produksi perusahaan. Kegiatan observasi dilakukan mulai dari pertama melakukan peraktik keja lapangan sampai selesai melakukan kegiatan PKL di perusahaan.

3. Adaptasi

Dalam pelaksanaan kegiatan PKL, mahasiswa dituntut untuk melakukan adptasi terhadap lingkungan perusaan agar tercipta hubungan baik antara mahasiswa dengan lingkungan sekitar perusahaan. Adaptasi ini berupa pendekatan terhadap para karyawan, staf maupun masyarakat yang tinggal di area sekitar berdirinya perusaahan. Proses adaptasi yang dilakukan tidak mengalami kesulitan antara mahasiswa dengan staf dan masyarakat sekitar perusahaan sehingga tercipta hubungan yang baik, dengan hubungan yang baik maka proses kegiatan PKL yang dilakukan berjalan nyaman dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengumpulkan informasi mengenai kegiatan produksi di perusahaan.

4. Praktik Langsung

Pelaksanaan PKL di Services laboratory dilaksanakan berdasarkan surat tugas yang diberikan kepada mahasiswa dari politeknik Vedca untuk melakukan kegiatan PKL di perusaan. Kegiatan PKL dimulai dengan pelaporan kepada pimpinan industri dan dilanjutkan dengan proses pembuatan rencana program produksi di perusahaan. Setelah itu mahasiswa terjun langsung dalam kegiatan produksi kultur jaringan tanaman pisang yang merupakan komoditi utama yang diproduksi secara kultur di services laboratory. Kegiatan–kegiatan yang dilaksanakan mulai dari Sterilisasi Alat dan Bahan, Pembuatan larutan stok, Pembuatan dan sterilisasi media, Penyiapan Laboratorium, Penyiapan eksplan, Sterilisasi eksplan, Penanaman eksplan, Subkultur (multiplikasi tunas), Induksi perakaran, Aklimatisasi, dan Pembesaran bibit dalam polybag.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perusahaan

1. Sejarah Umum Perusahaan

Gagasan atau ide berdirinya SEAMEO untuk pertama kalinya muncul dari 5 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand pada tanggal 30 November 1965 di Bangkok. SEAMEO (The Southeast Asian Minister Of Education Organization) adalah sebuah organisasi yang dibentuk dengan tujuan untuk memajukan kerjasama antara negara-negara di Asia Tenggara dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Semenjak tahun 1965 organisasi SEAMEO telah berkembang pesat, selama kurun waktu 36 tahun organisasi ini telah mempunyai 12 pusat wilayah (Regional Centre) yaitu mempunyai berbagai aktivitas dan berlokasi di beberapa negara anggotanya, yaitu :

a. SEAMEO-SEARCA (Regional Center for Graduated Study and Research in Agriculture) didirikan pada tahun 1967 di Los Banos, Laguna Filipina.

b. SEAMEO-RECSAM (Regional Centre for Education in Science and Mathematics) didirikan pada tahun 1967 di Penang, Malaysia.

c. SEAMEO-BIOTROP (Regional Center for Tropical Biology) didirikan pada tahun 1968 di Bogor, Indonesia.

d. SEAMEO-RELC (Regional Language Centre) didirikan pada tahun 1968 di Singapura.

e. SEAMEO-INNOTECH (Regional Center for Education Innovation and Technology) didirikan pada tahun 1970 di Quezon city, Metro Manila. Filipina.

f. SEAMEO-SPAFA (Regional Centre for Archeology and Fine Arts) didirikan pada tahun 1971 di Bangkok, Thailand.

g. SEAMEO-VOCTECH (Regional Centre for Vocational and Technical Education) didirikan pada tahun 1989 di Bandar Seri Begawan. Brunei Darussalam.

h. SEAMEO-RIHED (Regional Centre for Higher Education) didirikan pada tahun 1993 di Bangkok, Thailand.

i. SEAMEO-RETRAC (Regional Training Centre) didirikan di Ho Chi Minh City, Vietnam.

j. SEAMEO-SEAMOLEC (Regional Open Learning) didirikan di Jakarta, Indonesia.

k. SEAMEO-TROPMED (Regional Centre for Higher Education for Tropical Medicine and Public Health Project) di Bangkok, Thailand sebgai dewan pusat koordinasi di Indonesia, Malaysia, Filipina, sebagai pusat wilayah nasional yaitu:

1. Regional Centre for Community Nutrition didirikan di Indonesia.

2. Regional Centre for Microbiology, Parasitology, and Entomology didirikan di Malaysia.

3. Regional Centre for Public Health didirikan di Filipina.

4. Regional Centre for Tropical Medicine didirikan di Thailand.

l. SEAMEO-CHAT (Regional Centre for History and tradition) didirikan pada tahun 2001 di Yangon, Myanmar.

Dalam keanggotaan SEAMEO selain negara anggota terdapat juga 6 (enam) ASSOCIATE MEMBERS atau negara peserta yang bekerja sama dalam bantuan teknis, yaitu Perancis (1973), Australia dan Selandia Baru (1974), Kanada (1988), Jerman (1990), dan Belanda (1993).

SEAMEO-BIOTROP merupakan salah satu regional yang berkedudukan di Indonesia yang didirikan pada tanggal 6 Februari 1968 di Singapura, semula bernama SEAMEO Regional Centre for Training, Res earce and Post Graduated Study in Tropical Biology. Berdasarkan hasil keputusan konferensi SEAMEC ke III pada tanggal 6-9 Februari 1968, kemudian namanya diubah menjadi SEAMEO REGIONAL CENTRE FOR TROPYCAL BIOLOGY (Pusat Wilayah Untuk Biology Tropika) berdasarkan hasil keputusan konferensi SEAMEC ke IV tanggal 7-10 Januari 1969 di Jakarta.

Pada periode 1969-1972 SEAMEO-BIOTROP bernaung dibawah lembaga Biologi Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LBN LIPI) yang berlokasi di kebun raya Bogor, kemudian sejak tanggal 5 juni 1972 SEAMEO-BIOTROP telah menempati gedung tersendiri milik LBN (terpisah secara administrasi), 1978 SEAMEO-BIOTROP menempati gedung baru di jalan raya Tajur Km.6 Bogor, Jawa Barat C:\Documents and Settings\aga\Local Settings\Temporary Internet Files\Content.Word\DSCI0044.jpgService Laboratory SEAMEO-BIOTROP diresmikan pada tahun 2001. Service Laboratory adalah bagian dari SEAMEO-BIOTROP yang dapat berdiri sendiri, Service Laboratory menghasilkan pendapatan bagi SEAMEO-BIOTROP karena ia mampu memproduksi dan menjual hasil produksinya. Service Laboratory terbagi menjadi 5 bagian yaitu: Laboraturium Analisia Tanaman dan Tanah, Laboraturium Analisis Air dan Udara, Laboraturium Kultur Jaringan, Laboraturium Analisis Makanan, serta Laboraturium DNA Sequencing, Laboraturium Kultur Jaringan adalah laboratorium yang terkenal karena dapat menghasilkan pendapatan bagi SEAMEO-BIOTROP.

Laboratorium Kultur Jaringan diresmikan pada tahun 1998, Services Laboratory bagian Kultur Jaringan telah mengembangkan bibit jati melalui kultur jaringan secara komersial. Induk bibit jati emas yang diperbanyak berasal dari Myanmar, laboraturium Kultur Jaringan ini telah dilengkapi dengan peralatan laboratorium, rumah kaca dan lahan pembibitan yang memadai untuk memproduksi bibit jati dengan kapasitas 20.000 bibit/bulan. Selain tanaman jati, laboratorium ini memproduksi tanaman lainnya seperti pisang cavendish, talas jepang (sotoimo), dan sekarang sedang mencoba perbanyakan tanaman gaharu. Hingga saat ini produksi yang dihasilkan laboraturium ini mengalami kemajuan dengan meningkatnya target produksi dan mutu yang baik dari tahun ke tahun.

Dalam rangka meningkatkan produksi tanaman agar mampu menjalankan beberapa ragam kegiatan usaha, laboraturium ini melakukan beberapa usaha antara lain, mengadakan penelitian, pembibitan,, mengembangkan tanaman-tanaman kehutanan, mengadakan percobaan untuk mendapatkan varietas baru, berusaha dalam bidang jasa, konsultasi dan manajemen yang berhubungan dengan usaha-usaha tersebut serta memperdagangkan hasil-hasil usaha tersebut.

2. Visi dan Misi SEAMEO BITROP

Manajement SEAMEO BIOTROP menetapkan Visi, Misi kebijakan dan sasaran. Visi, misi, kebijakan dan sasaran SEAMEO BIOTROP tercantum dalam Five Years Master Plan pada 44 th Governing Board Meeting yang diadakan pada tanggal 13-15 September 2006 di Myanmar dan disahkan pada 42 nd SEAMEO Council Conference yang diadakan pada tanggal 13-15 Maret 2007 di Bali.

Visi SEAMEO BIOTROP adalah sebagai berikut:

Menjadi pusat unggulan dalam penelitian, pelatihan, dan penyediaan informasi dibidang biologi tropik.

Misi SEAMEO BIOTROP adalah sebagai berikut:

a.Mendukung pembangunan berkelanjutan.

b. Mendukung konservasi keanekaragaman hayati.

Kebijakan SEAMEO BIOTROP sebagai berikut:

a. Meningkatkan kemampuan dan keteranpilan SDM untuk mengelola biologi tropika secara bijaksana guna mencapai pembangunan berkelanjutan.

b. Menyediakan informasi yang relevan untuk penelitian dan pembangunan dalam bidang biologi tropika.

c. Memberikan pelayanan prima untuk mencapai kepuasan pelanggan.

d. Turut serta dalam program-program pembangunan masyarakat.

e. Meningkatkan kinerja system management mutu secara berkesinambungan.

Dalam penetapan sasaran, SEAMEO BIOTROP memperhatikan kebijakan SEAMEO BIOTROP atau pemangku kepentingan, perkembangan iptek, kompetensi dan sumberdaya yang dimiliki.

Sasaran SEAMEO BIOTROP sebagai berikut:

a. Menghasilkan temuan penelitian yang berkualitas dalam bidang biologi tropika dan yang terkait.

b. Menyediakan program-program pelatihan tentang isu-isu terkait dengan bidang biologi tropika.

c. Mempublikasikan dan menyebar publikasi ilmiah, data dan informasi dalam bidang biologi tropika yang terkait.

3. Struktur Organisasi Perusahaan

Setiap perusahaan memilki karyawan yang memilki keahlian yang ber beda untuk itu perusahaan membagi pekerjaan sesuai dengan keahlian yang dimilki. Berikut struktur Organisasi Perusahaan Services Laboratory SEAMEO BIOTROP.

Gambar 4. Struktur Organisasi Services Laboratory SEAMEO BIOTROP

4. Fasilitas Services Laboratory SEAMEO BIOTROP

Laboratorium kultur jaringan yang terdapat di Bioresource Management Centre memiliki beberapa ruangan yang memiliki fungsi masing - masing. Diantaranya adalah:

a. Ruang transfer dan culture room, yang berfungsi untuk melakukan perbanyakan tanaman secara in vitro

b. Ruang pembuatan media, ruang ini memilki fungsi sebagai ruang penyimpanan bahan kimia dan ruang sebagai pembuatan media.

c. Ruang sterilisasi, ruang ini berfungsi sebagai ruang untuk melakukan sterlisas alat dan bahan.

d. Ruang penyimpanan media, ruangan ini berfungsi sebagai ruang untuk menyimpan media yang sudah dilakukan sterilisasi.

e. Ruang kultur, ruang ini adalah ruang yang digunakan untuk menyimpan tanaman yang telah di tanam pada botol.

f. Ruang aklim yang berfungsi sebagai tempat dilakukannya proses aklimatisasi.

Selain itu terdapat ruangan lain yaitu ruang rapat, kantor, dan memiliki gudang sebagai tempat penyimpanan barang.

laboratorium ini dilengkapi dengan peralatan dan bahan yang menunjang untuk kegiatan produksi. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan produksi pisang secara kultur jaringan adalah berupa Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), Peralatan diseksi ( pinset dan scalpel ), Petri, lap, spidol, Botol kultur dan tutupnya, lampu Bunsen, spidol board marker, kertas Wrave, rak kultur, AC, oven, pulpen, bak sampah, dan pakaian lab (Jas lab dan masker ). Sedangkan peralatan yang digunakan di ruang persiapan bahan dan media adalah Hot Plate Magnetic Stirer, Lemari Es, pH meter, timbangan analitik, gelas ukur, teko ukur, panci, gelas beker, Erlenmeyer, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk, dan rak bahan kimia.

Peralatan yang berada di ruang pembuatan media berupa kompor gas, autoclave (manual, semi otomatis maupun otomatis), botol dan tutup botol kultur dan destilator.

Peralatan di ruang aklimatisasi terdiri dari bak aklimatisasi, handsprayer, sendok, papan perata media, gembor, rak tanaman, plastic sungkup, karet dan spidol serta solatif besar.

Sedangkan peralatan yang digunakan di lahan meliputi Polybag (ukuran besar dan kecil), plastik sungkup, roda pengangkut tanaman.

Bahan bahan yang digunakan pada proses produksi pisang Cavendish di service laboratory adalah unsur hara makro, unsur hara mikro, zat pengatur tumbuh, vitamin, gula pasir, agar, aquadest, alcohol, bayclean, sabun tanaman (tween), fungisida (benstar), bakterisida (agrept), rapid roots, raptor (pupuk organik), eksplan pisang dan planlet pisang.

B. Hasil Kegiatan PKL

1. Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi alat dan bahan merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan sebelum menggunakan peralatan dan bahan pada proses kultur jaringan pisang. karena kesterilan alat dan bahan merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kultur jaringan tanaman pisang.

Peralatan yang disterilisasi adalah alat diseksi (pinset dan pisau scalpel), cawan petri, tissue, lap, botol steril, botol kultur, dan tutup botol. Sedangkan bahan yang harus di sterilisasi adalah aquadest dan media. Peralatan dan bahan disterilisasi menggunakan autoklaf.

Langkah – langkah dalam sterilisasi alat dan bahan adalah :

a. Mencuci dengan sabun terlebih dahulu peralatan diseksi, petridish, kain lap, dan glassware yang akan disterilisasi hingga bersih, kemudian membungkusnya dengan menggunakan kertas.

b. Memasukan air destilasi yang akan disterilisasi kedalam botol dengan volume tidak lebih dari ½ bagiannya atau 50 % dari wadah, kemudian ditutup rapat.

c. Memotong tissue yang akan disterilisasi kemudian membungkusnya dengan menggunakan plastik bening tahan panas.

d. Memasukan alat dan bahan yang akan disterilisasi kedalam autoklaf. Sterilisasi dilakukan pada tekanan 1 atm dengan suhu 121o C selama 15 – 20 menit ( kecuali aquades yang dsterilisasi selama 30 menit ).

e. Alat dan bahan yang telah disterilisasi kemudian disimpan didalam oven bersuhu 80o C hingga akan digunakan. Untuk aquades disimpan di ruang media.

2. Pembuatan Media

Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan bergantung pada media yang digunakan. Media merupakan penyedia unsure hara bagi tanaman. Selain unsure hara, media merupakan penyedia karbohidrat bagi tanaman dan penyedia unsur lain yang diperlukan bagi tanaman.

a. Pembuatan Larutan Stok

Dalam pembuatan media hal yang perlu dilakukan pertama adalah membuat larutan stok. Pembuatan larutan stok perlu dilakukan agar dapat menghemat pekerjaan menimbang bahan. Bahan-bahan yang dibuat larutan stok yaitu unsur hara makro dan mikro, FeEDTA, Vitamin dan ZPT

1) Pembuatan Larutan Stok Makro

Tabel 1. Komposisi unsur hara Makro

Senyawa

Konsentrasi dalam media MS (mg/l)

Konsentrasi Larutan stok (mg/l)

Volume Yang dibutuhkan untuk 1 L media (ml)

Makro( 10x )

NH4NO3

KNO3

MgSO4.7H2O

KH2PO4

CaCl2.2H2O

1.650

1.900

370

170

440

16.500

19.00

3.700

1.700

4400

100

(Sumber: Services Laboratory)

Prosedur kerja pembuatan larutan stok Makro

a) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b) Menyiapkan labu ukur yang bervolume 1 liter dan diisi aquades sebanyak 500 ml.

c) Seluruh komponen untuk stok makro sesuai yang tertera dalam table ditimbang dan dimasukan satu persatu kedalam labu ukur.

d) Setelah semua komponen larut, kemudian menambahkan aquadest hingga volume akhir menjadi 1 liter.

e) Stok makro dibuat memiliki kepekata 10 kali sehingga untuk membuat 1 liter media hanya dibutuhkan 100 ml larutan stok. Larutan stok disimpan di refrigera.


2) Pembuatan Larutan Stok Mikro

Tabel 2. Komposisi Unsur Hara Mikro

Senyawa

Konsentrasi dalam media MS (mg/l)

Konsentrasi Larutan stok (mg/l)

Volume Yang dibutuhkan untuk 1 L media (ml)

Mikro( 100 x )

H3BO3

MNSO4. H2O

ZnSO4.7H2O

KI

Na2MoO4. 7H2O

CuSO4.5H2O

CoCl2.6 H2O

6,2

16,9

8,6

0,83

0,25

0,025

0,025

620

1.690

860

830

250

25

25

10

10

10

(Sumber: Services Laboratory)

Prosedur kerja pembuatan larutan stok Mikro

a) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b) Menyiapkan labu ukur yang bervolume 1 liter dan dan Mengisinya dengan aquades sebanyak 500 ml.

c) Menimbang seluruh komponen untuk stok mikro sesuai yang tertera dalam table dan memasukannya satu persatu kedalam labu ukur.

d) Setelah semua komponen larut, kemudian menambahkan aquadest hingga volume akhir menjadi 1 liter.

e) Stok makro dibuat memiliki kepekatan 100 kali sehingga untuk membuat 1 liter media hanya dibutuhkan 10 ml larutan stok. Larutan stok disimpan di refrigerator.

3) Pembuatan Larutan Stok FeEDTA

Tabel 3. Komposisi FeEDTA

Senyawa

Konsentrasi dalam media MS (mg/l)

Konsentrasi Larutan stok (mg/l)

Volume Yang dibutuhkan untuk 1 L media (ml)

Fe ( 100 x )

FeSO4.7H2O

Na2EDTA

27,8

37,3

2.780

3.730

10

(Sumber: Services Laboratory)

Prosedur kerja pembuatan larutan stok Mikro

a) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b) Menimbang seluruh komponen untuk stok FeEDTA sesuai yang tertera dalam table dan melarutkanya secara terpisah dalam 400 ml aquadest. Pelarutan Na2EDTA dibantu dengan pemanasan larutan menggunakan Hot Plate agar cepat larut.

c) Mencampur kedua komponen dalam labu ukur, sedikit demi sedikit hingga homogen

d) Setelah semua komponen larut, kemudian menambahkan aquadest hingga volume akhir menjadi 1 liter.

e) Stok makro dibuat memiliki kepekatan 100 kali sehingga untuk membuat 1 liter media hanya dibutuhkan 10 ml larutan stok. Larutan stok disimpan di refrigerator.

4) Pembuatan Larutan Stok Vitamin

Tabel 4. Komposisi Vitamin

Senyawa

Konsentrasi dalam media MS (mg/l)

Konsentrasi Larutan stok (mg/l)

Volume Yang dibutuhkan untuk 1 L media (ml)

Vitamin ( 1000 x )

Thyamine-HCl

Glycine

Nicotic Acid

Pyridoxin

0,4

2,0

0,5

0,5

1000

1000

1000

1000

0,4

2,0

0,5

0,5

Prosedur kerja pembuatan larutan stok Vitamin

a) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b) Menyiapkan Labu ukur yang bervolume 1 liter dan mengisinya dengan aquades sebanyak 500 ml.

c) Menimbang seluruh komponen untuk stok Vitamin sesuai yang tertera dalam tabel ditimbang dan memasukan satu persatu kedalam labu ukur.

d) Setelah semua komponen larut, kemudian menambahkan aquadest hingga volume akhir menjadi 1 liter.

e) Stok makro dibuat memiliki kepekatan 1000 kali sehingga untuk membuat 1 liter media pengambilannya dapat dilihat pada tabel. Larutan stok disimpan di refrigerator

5) Pembuatan Larutan Stok Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Sitokinin

Prosedur kerja :

Menimbang ZPT dan memasukannya kedalam labu ukur, Menambahkan 2.5 HCl 0.5 N kemudian mengaduknya dengan magnetic stirer hingga larut. Setelah itu menambahkan air aquades hingga mencapai volume yang diinginkan. Larutan stok disimpan di refregerator.

6) Pembuatan Larutan Stok Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Auxin

Prosedur kerja :

Menimbang ZPT dan memasukannya kedalam labu ukur. menambahkan 25 ml KOH 0.5 M. kemudian aduk dengan magnetic stirrer hingga larut. Setelah itu tambahkan air aquades hingga mencapai volume yang diinginkan.

b. Pembuatan Media 0, Media Cair, Media 2, Media 2N dan Media R

Dalam produksi bibit tanaman pisang Cavendish media yang di gunakan adalah media 0 + cair, media 2, media 2N, dan media R sebagai media untuk induksi perakaran.

Tabel 5. Komposisi media 0(Inisiasi) /1 liter

Bahan

Konsentrasi

Makro

100 ml

Mikro

10 ml

MS 6

10 ml

FeEDTA

10 ml

Myoinositol

100 mg

Vitamin

1 ml

Thiamin

1 ml

Gula

30 gr

Agar

7 gr

pH

5,7

(Sumber: Services Laboratory)

Tabel 6. Komposisi Media Cair/1 liter

Bahan

Konsentrasi

Makro

100 ml

Mikro

10 ml

FeEDTA

10 ml

Myoinositol

100 mg

Vitamin

1 ml

Thiamin

1 ml

Gula

30 gr

BAP 10-3

5 ml

pH

5,7

(Sumber: Services Laboratory)

Tabel 7. Komposisi Media 2 (Multiplikasi) / 1 liter

Bahan

Konsentrasi

Makro

100 ml

Mikro

10 ml

MS 6

10 ml

FeEDTA

10 ml

Myoinositol

100 mg

Vitamin

1 ml

Thiamin

0,4 ml

Gula

30 gr

Agar

7 gr

pH

5,7

BAP 10-3

2 ml

(Sumber: Services Laboratory)

Tabel 8. Komposisi media 2 N(Elongasi) /1 liter

Bahan

Konsentrasi

Makro

100 ml

Mikro

10 ml

MS 6

10 ml

FeEDTA

10 ml

Myoinositol

100 mg

Vitamin

1 ml

Thiamin

0,4 ml

Gula

30 gr

Agar

7 gr

pH

5,7

BAP 10-3

2 ml

NAA

0,4 ml

Tabel 9. Komposisi Media R(Perakaran)/1 liter

Bahan

Konsentrasi

Makro

50 ml

Mikro

10 ml

FeEDTA

10 ml

Myoinositol

100 mg

Vitamin

1 ml

Thiamin

1 ml

Gula

20 gr

Agar

7 gr

pH

5,8

(Sumber: Services Laboratory)

Media 0 + Cair

Media 2

Media 2 N

Media R

Gambar 5. Diagram Penggunaan Media Kultur Untuk Pisang Cavendish

Prosedur kerja pembuatan media:

a) Menyiapkan labu ukur yang telah diisi aquades sebanyak 1 / 3 dari volume labu ukur tersebut dan meletakannya diatas hotplate.

b) Memasukan/mencampurkan seluruh komponen penyusun media (kecuali pemadat / agar) kedalam labu ukur sesuai volume / takaran yang diperlukan.

c) Mengaduk dengan menggunakan magnetic stirer diatas hotplate sampai seluruh komponen terlarut ( homogen ), kemudian tera hingga volume 1 liter.

d) Melakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH meter. Apabila pH kurang dari 5,7 maka berikan penambahan NaOH 1 N hingga pH sesuai. Apabila pH lebih dari 5,7 maka berikan penambahan HCl 1 N hingga pH sesuai.

e) Setelah pengukuran pH selesai, kemudian menambahkan pemadat / agar kedalam media kemudian aduk hingga merata.

f) Memanaskan media diatas kompor gas dengan api kcil hingga mendidih.

g) Menuangkan media kedalam botol kultur sebanyak 25 – 30 ml, kemudian tutup botol serta beri label.

h) Memasukkan media kedalam autoklaf untuk disterilisasi pada tekanan 1 atm dan suhu 121o C selama 15 – 30 menit.

i) Media hasil sterilisasi disimpan di ruang penyimpanan media dan dibiarkan hingga dingin terlebih dahulu sebelum digunakan.

3. Inisiasi Eksplan Pisang Cavendish

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk proses inisiasi eksplan pisang cavendish adalah Laminar Air Flow Cabinet, Lampu Bunsen, dan alat-alat yang sudah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf seperti alat-alat diseksi,pisau cutter, botol, lap, petridish / kaca dan wadah alat diseksi.

Bahan yang digunakan dalam proses inisiasi eksplan pisang adalah tween 80, fungisida (benstar), bakterisida (agrept), alkohol, desinfektan (NaOCl atau kaporit), air steril, tissue steril dan media inisiasi tunas pisang.

b. Prosedur Inisiasi Eksplan Pisang Cavendish

Ø Di luar Laminar Air Flow Cabinet

1) Mengmbil eksplan dibagian bonggol tanaman tanaman pisang, dikupas dibawah air mengalir dan masukan kedalam botol steril yang berisi air aquadest steril.

2) Menambahkan larutan tween 80 sebanyak 10 tetes dalam 50 ml air aquadest steril selama 20 menit bilas 3 kali dengan aquadest steril.

3) Merendam dalam larutan bakterisida agrept 0,2 gr/100 ml air selama 1 jam. Kemudian bilas 3 kali menggunakan aquadest steril.

4) Merendam dalam larutan fungisida benstar 0,2 gr/100 ml air selama 1 jam. Kemudian bilas 3 kali menggunakan aquadest steril.

Ø Di dalam Laminar Air Flow Cabinet

1) Merendam dalam larutan alkohol 70 % selama 1 menit kemudian bilas 3 kali menggunakan aquadest steril

2) Merendam dalam larutan bayclean 30% selama 30 menit kemudian bilas 3 kali menggunakan air aquadest steril.

3) Merendam dalam larutan bayclean 20% selama 20 menit kemudian bilas 3 kali menggunakan air aquadest steril.

4) Mengupasnya dan mengambil bagian dalamnya kemudian dibelah dua dan dilap menggunakan tissue steril sampai kering.

5) Eksplan yang bersih ditanam di media 0 + media cair (dalam 1 botol diisi 1 eksplan).

6) Menulis nama klon dan tanggal tanam pada botol yang telah berisi eksplan

7) Botol kultur yang telah berisi eksplan disimpan di ruang kultur

Gambar 6. Penyiapan eksplan dan sterilisasi

4. Multiplikasi Pisang Cavendish

Multiplikasi atau perbanyakan propagul bertujuan umtuk menggandakan propagul atau bahan tanam yang diperbanyak seperti tunas atau embrio. Serta memeliharanya dalam keadaaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bias dilanjutkan ke tahap selanjutnya. multiplikasi bertujuan untuk memperbanyak tunas tanaman, tunas yang terbentuk biasanya berupa sekumpulan tunas yang letaknya berdekatan dan bergerombol.

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam proses penggandaan tunas adalah Laminar Air Flow Cabinet, lampu Bunsen, dan alat-alat yang telah disterilisasi dengan autoklaf yaitu: alat-alat diseksi, botol, lap, petridish / kaca dan wadah alat diseksi.

Bahan yang digunakan dalam proses multiplikasi tunas adalah kultur tunas in vitro, media induksi penggandaan tunas, alkohol 70 % dan 96% dan tissue steril.

b. Prosedur Kerja Multiplikasi Pisang Cavendish

1) Kegiatan penggandaan tunas seluruhnya dilakukan dalam Laminar Air Flow Cabinet

2) Memasukan alat-alat yang telah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf yaitu alat-alat diseksi beserta wadahnya, botol, tissue, lap petridish, / kaca kedalam laminar air flow.

3) Menyiapkan alkohol 96 % dalam botol dan nyalakan lampu Bunsen, kemudian bakar alat – alat diseksi dan biarkan hingga dingin.

4) Menyiapkan botol kultur berisi tunas-tunas yang akan diperbanyak dan botol kultur yang berisi media untuk multiplikasi tunas pisang

5) Mengeluarkan tunas in vitro dari dalam botol, kemudian ditempatka pada Petridish / kaca.

6) Memisahkan tunas-tunas yang bergerombol dengan menggunakan scalpel dan pinset.

7) Membersihkan akar-akar pada tunas kemudian tunas dilap menggunakan tissue steril

8) Setiap kali selesai digunakan alat-alat diseksi di bakar dengan cara menyelupkan kedalam alkohol 96 % dan membakarnya dengan api pada lampu Bunsen.

9) Tunas-tunas tersebut kemudian ditanam pada media penggandaan tunas yaitu media 2

10) Botol kultur yang telah berisi tunas-tunas di beri label (nama klon dan tanggal tanam)

11) Botol kultur yang telah diberi label disimpan di ruang kultur.

C:\Documents and Settings\aga\Local Settings\Temporary Internet Files\Content.Word\DSCI0758.jpgC:\Documents and Settings\aga\Local Settings\Temporary Internet Files\Content.Word\DSCI0761.jpgC:\Documents and Settings\aga\Local Settings\Temporary Internet Files\Content.Word\DSCI0770.jpg

Gambar 7. Multiplikasi Pisang Cavendish

5. Elongasi Pisang Cavendish

Setelah dilakukan tahap multiplikasi kemudian di pisahkan dan dilakukan tahap pemanjangan tunas yaitu tahap elongasi. Tahap ini bertujuan agar propagul bertambah panjang sebelum di pindahkan ke media perakaran. Media yang digunakan untuk tahap elongasi ini adalah menggunakan media 2 N selain untuk pemanjangan tunas, media ini juga berperan untuk multiplikasi pisang.

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam proses penggandaan tunas adalah Laminar Air Flow, lampu Bunsen, dan alat-alat yang telah disterilisasi dengan autoklaf yaitu: alat-alat diseksi, botol, lap, petridish / kaca dan wadah alat diseksi. Bahan yang digunakan dalam proses multiplikasi tunas adalah kultur tunas in vitro, media induksi penggandaan tunas, alkohol 70 % dan 96% dan tissue steril.

b. Prosedur Kerja Elongasi Pisang Cavendish

1) Kegiatan penggandaan tunas seluruhnya dlakukan dalam Laminar Air Flow Cabinet

2) Memasukan alat-alat yang telah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf yaitu alat-alat diseksi beserta wadahnya, botol, tissue, lap petridish, / kaca kedalam laminar air flow.

3) Menyiapkan alcohol 96 % dalam botol dan nyalakan lampu Bunsen, kemudian bakar alat – alat diseksi dan biarkan hingga dingin.

4) Menyiapkan botol kultur berisi tunas-tunas yang akan diperbanyak dan botol kultur yang berisi media unruk multiplikasi tunas pisang

5) Mengeluarkan tunas in vitro dari dalam botol, kemudian ditempatkan pada Petridish / kaca.

6) Memisahkan tunas-tunas yang bergerombol dengan menggunakan scalpel dan pinset.

7) Memotong akar-akar pada tunas agar tidak terlalu panjang kemudian tunas dilap menggunakan tissue steril

8) Setiap kali selesai digunakan alat-alat diseksi di bakar dengan cara menyelupkan kedalam alcohol 96 % dan membakarnya dengan api pada lampu Bunsen.

9) Menanam tunas-tunas tersebut pada media penggandaan tunas yaitu media 2 N

10) Botol kultur yang telah berisi tunas-tunas di beri label (nama klon dan tanggal tanam)

11) Botol kultur yang telah diberi label disimpan di ruang kultur.


Gambar 8. Elongasi Pisang Cavendish

6. Induksi Perakaran Pisang Cavendish

Tunas-tunas yang telah diperpanjang melalui tahap elongasi kemudian dipindahkan ke media perakaran. Pada tahap elongasi sebenarnya akar telah muncul namun sebelum dilakukan tahap aklimatisasi akar-akar tersebut harus diperpanjang agar pertumbuhan pada saat aklimatisasi berjalan baik dan tidak menghambat pertumbuhan .

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam proses penggandaan tunas adalah Laminar Air Flow, lampu Bunsen, dan alat-alat yang telah disterilisasi dengan autoklaf yaitu: alat-alat diseksi, botol, lap, petridish / kaca dan wadah alat diseksi.

Bahan yang digunakan dalam proses multiplikasi tunas adalah kultur tunas in vitro, media induksi penggandaan tunas, alcohol 70 % dan 96% dan tissue steril.

b. Prosedur Induksi Perakaran Pisang Cavendish

1) Kegiatan penggandaan tunas seluruhnya dlakukan dalam Laminar Air Flow Cabinet

2) Memasukan alat-alat yang telah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf yaitu alat-alat diseksi beserta wadahnya, botol, tissue, lap petridish, / kaca kedalam laminar air flow.

3) Menyiapkan alkohol 96 % dalam botol dan nyalakan lampu Bunsen, kemudian bakar alat – alat diseksi dan biarkan hingga dingin.

4) Menyiapkan botol kultur berisi tunas-tunas yang akan diperbanyak dan botol kultur yang berisi media unruk multiplikasi tunas pisang

5) Mengeluarkan tunas in vitro dari dalam botol, kemudian ditempatka pada Petridish / kaca.

6) Memisanhkan tunas-tunas yang bergerombol dengan menggunakan scalpel dan pinset.

7) Memotong akar-akar pada tunas agar tidak terlalu panjang kemudian tunas dilap menggunakan tissue steril

8) Setiap kali selesai digunakan alat-alat diseksi di bakar dengan cara menyelupkan kedalam alcohol 96 % dan membakarnya dengan api pada lampu Bunsen.

9) Menanam tunas-tunas tersebut pada media penggandaan tunas yaitu media R

10) Botol kultur yang telah berisi tunas-tunas di beri label (nama klon dan tanggal tanam)

11) Botol kultur yang telah diberi label disimpan di ruang kultur

7. Aklimatisasi Pisang Cavendish

Aklimatisasi merupakan kegiatan pengkondisian planlet dari dari dalam botol ke lingkungan di luar botol. Tanaman pisang yang telah berbentuk planlet yang telah ddiinduksi perakarannya kemudian dilakukab proses aklimatisasi untuk memperkuat kondisinya agar dapat bertahan di lingkungan luar. Media yang digunakan dalam kegiatan aklimatisasi ini adalah campuran antara pasir dengan media eceng gondok dengan perbandingan 3 : 4. media tersebut disterilisasi terlebih dahulu dengan cara dikukus didalam drum bekas berisi air yang dipanaskan diatas kompor gas selama 6 jam. Setelah disterilisasi, media ditempatkan pada bak media sebanyak 1/3 volumenya kemudian disemprot menggunakan bakterisida dan didiamkan selama 1 hari sebelumnya.

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam proses aklimatisasi tanaman pisang adalah bak semai, plastik transparan, solatip, handsprayer, gembor, dan spidol

Bahan yang digunakan adalah planlet siap aklim, media yang telah disterilisasi, rapid roots, dan raptor.

b. Prosedur Kerja Aklimatisasi:

1) Menyiapkan plantlet dalam botol kultur yang akan diaklimatisasi. Pindahkan ( pisahkan ) terlebih dahulu botol yang terkontaminasi jamur atau bakteri.

2) Menyiapkan bak yang berisi media kemudian aduk sambil disemprot dengan menggunakan air hingga lembab merata.

3) Mengeluarkan planlet yang akan diaklimatisasi dari dalam botol kultur, kemudian dicuci dibawah air mengalir untuk menghilangkan media yang masih menempel pada planlet.

4) Memisahkan planlet yang masih bergerombol, kemdian direndam dalam larutan fungisida benstarselama 1 menit.

5) Menanam planlet pada media aklim yang telah disiapkan dengan terlebih dahulu mencelupkan bagian akar kedalam larutan hormon penumbuh akar ( Rapid Roots ). Usahakan agar penanamannya seragam

6) Bak yang telah terisi penuh kemudian disemprot kembali dengan menggunakan air agar lembab dan diberi tambahan semprotan pupuk organik ( Raptor ).

7) Bak kemudian ditutup plastik bening dan diikat dengan karet.

8) Beri label ( jenis tanaman dan tanggal aklimatisasi ) pada bagian atas plastik.

9) Menyimpan bak pada sungkup yang dinaungi paranet dengan intensitas cahaya 55 % - 75 % selama + 3 – 4 minggu.

C:\Documents and Settings\aga\Local Settings\Temporary Internet Files\Content.Word\DSCI0869.jpgC:\Documents and Settings\aga\Local Settings\Temporary Internet Files\Content.Word\DSCI0875.jpg

Gambar 9. Aklimatisasi Pisang Cavendish

8. Penanaman di Polybag

Kegiatan yang dilakukan setelah proses aklimatisasi adalah penanaman di polybag untuk pembesaran bibit dilapangan. Penanaman sekaligus pembesaran di polibag merupakan kegiatan yang dilakukan pasca aklimatisasi. Polibag yang digunakan berukuran 10 x 15 cm. Sedangkan komposisi media polibag adalah tanah dan arang sekam dengan perbandingan 3 : 1. Penyemprotan dengan menggunakan bakterisida ( orthocide ) dan fungisida ( agrept ) dilakukan minimal satu hari sebelum media digunakan.

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pembesaran bibit ini adalah poly bag dan gembor. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tanaman yang akan dipindah ke polybag, dan media tanah + arang sekam.

b. Prosedur Kerja Penanaman:

1) Mencabut Planlet dari media aklim dengan hati-hati secara perlahan-lahan sehingga tidak mematahkan bagian perakaran.

2) Melubangi media pada polibag lalu masukkan / tanam planlet pada lubang tersebut. Usahakan bagian akar tidak terlipat supaya perakaran bisa tumbuh optimal.

3) Menyimpan / susun bibit Pisang yang telah ditanam dipolibag pada sungkup.

4) melakukan penyiraman setiap hari dengan menggunakan gembor.

Gambar10. Penanaman ke Polybag

C. Pembahasan Kegiatan PKL

1. Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi alat dan bahan merupakan hal yang sangat berperan penting dalam keberhasilan proses Kultur Jaringan Tanaman. Peralatan yang disterilisasikan adalah seperti botol kultur, petridish/kaca, lap, alat-alat diseksi (scalpel,dan pisau) dan tutup botol. Sedangkan bahan yang disterilkan adalah aquadest, media, dan tissue. Alat yang digunakan untuk sterilisasi adalah autoklaf. Di laboratoriun SEAMEO BIOTROP memiliki berbagai jenis autoklaf yaitu autoklaf manual, autoklaf semi otomatis dan autoklaf elektrik. Sterilisasi alat dan bahan dilakukan pada autoklaf dengan suhu 1210C untuk peralatan sekitar 15-20 menit dan untuk bahan atau media selama 30 menit.

Peralatan yang telah dilakukan sterilisasi disimpan pada oven kecuali botol kultur, sedangkang untuk media dan aquadest disimpan pada ruang kultur.

Pada dasarnya alat-alat diperlukan untuk memenuhi pekerjaan-pekerjaan pada setiap tahap perbanyakan tanaman dalam teknik kultur jaringan tanaman, oleh karena itu peralatan dan bahan yang digunakan harus dalam keadaan steril.

Sterilisasi alat dan bahan dilakukan agar alat-alat dan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan menanam kultur dapat terjaga aseptisitasnya, sehingga dapat mengurangi persentase terjadinya kontaminasi yang disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat meningkatkan keberhasilan dari penanaman kultur.

1. Pembuatan Media

Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan bergantung pada media yang digunakan. Media merupakan penyedia unsur hara bagi tanaman. Selain unsur hara, media merupakan penyedia karbohidrat bagi tanaman dan penyedia unsur lain yang diperlukan bagi tanaman. Pada perbanyakan tanaman pisang secara kultur jaringan yang dilakukan di laboratorium SEAMEO BIOTROP menggunakan media dasar MS. Yaitu media MS 0 + Media Cair, Media 2, Media 2N dan media R .

Dalam pembuatan media ini agar mempermudah dalam penimbangan bahan maka dilakukan pembuatan larutan stok. Seperti larutan stok makro, larutan stok mikro, larutan stok FeEDTA, larutan stok Vitamin, dan larutan stok ZPT.setelah pembuatan larutan stok dilakukan stok larutan disimpan pada lemari es dan dapat digunakan sesuai dengan keperluan.

Pembuatan larutan stok dibuat dengan kepekatan tertentu. Pembuatan larutan stok tidak diperkenankan dengan kepekatan yang tinggi, karena dapat membuat pengendapan pada tempat penyimpanan sehingga jika terjadi pengendapan akan mengurangi konsentrasi larutan stok tersebut.

Media yang digunakan di services laboratory menggunakan media sesuai dengan keperluan seperti media untuk inisiasi digunakan media MS 0 + media Cair, media 2 digunakan untuk tahap multiplikasi, media2N digunakan untuk tahap elongasi dan media R digunakan untuk proses induksi perakaran.

2. Inisiasi Eksplan Pisang Cavendish

Inisiasi kultur bertujuan mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Upaya mendapatkan kultur yang bersih dari kontaminasi, eksplan harus disterilisasi. Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan kontaminan mikroorganisme yang menempel dipermukaan eksplan. Kontaminan dapat berupa jamur, bakteri, maupun mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan pertumbuhan eksplan terganggu sehingga eksplan tidak dapat tumbuh dengan baik bahkan mati.

Inisiasi eksplan pisang Cavendish yang dilakukan di SEAMEO BIOTROP dilakukan menggunakan bahan-bahan seperti larutan tween, bakterisida (agrept) dan fungisida (benstar) , larutan bayclean, dan alcohol 70%.

Text Box: Gambar 11. eksplan setelah 7 hariC:\Documents and Settings\aga\Local Settings\Temporary Internet Files\Content.Word\DSCI0804.jpgPertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang telah disebutkan di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan sebagai eksplan.

Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan totipotensi, namun masing-masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis eksplan yang digunakan untuk masing-masing kultur berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya.

Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi. Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh eksplan muda agar kultur lebih berhasil.

Ukuran eksplan juga mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun kemampuannya untuk beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar eksplan, maka semakin besar kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan, membutuhkan ruang dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran eskplan yang sesuai sangat tergantung dari jenis tanaman yang dikulturkan, teknik dan tujuan pengkulturannya.

Pada pembuatan media disesuaikan dengan kebutuhan media yang akan digunakan Media 0 merupakan media semi padat yang terdiri dari unsur hara makro, mikro, MS 6. FeEDTA, Myoinositol vitamin gula dan agar sebagai pemadat media O ini merupakan media dasar tanpa menggunakan ZPT dengan pH 5,7. Penyediaan ZPT digunakan pada media cair dengan komposisi seperti media O hanya tidak menggunakan larutan MS 6 dan gula. Tetapi menggunakan ZPT BAP 10-3 sebanyak 1 ml. penggunaan media cair dimaksudkan untuk mengkondisikan eksplan pisang yang banyak mengandung getah sehingga jika menggunakan media padat saja dapat menghambat pertumbhan dan dapat mengakibatkan penyerapan unsurhara dan zat lain terhambat. Sedangkan jika hanya menggunakan media cair saja terdapat beberapa kendala seperti diperlukan alat khusus untuk megocok media yaitu seker, dan penggunaan media cair saja lebih rentan terjadi browning sehingga dapat menimbulkan terjadinya kegagalan dalam penanaman. Dengan kata lain penggunaan media O + Media cair lebih efektif dalam penumbuhan eksplan pada tahap inisiasi pisang Cavendish.

3. Multiplikasi Pisang Cavendish

Text Box: Gambar12. Hasil MultiplikasiC:\Documents and Settings\aga\Local Settings\Temporary Internet Files\Content.Word\DSCI0770.jpgPada prinsipnya, tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini perbanyakan tunas dirangsang, umumnya dengan mendorong percabangan tunas lateral atau merangsang pertumbuhan tunas adventif. Kondisi ini memerlukan sitokinin seperti BAP. Eksplan yang hidup dari hasil inisiasi disubkultur ke media yang mengandung sitokoinin, propagul yang dihasilkan dalam jumlah berlipat disub kultur secara berulang-ulang sampai mencapai jumlah propagul yang diharapkan, setelah itu, tunas mikro yang dihasilkan dapat diaklimatisasi.

Subkultur dapat dilakukan beberapa kali sampai jumlah tunas yang dihasilkan sesuai dengan yang kita harapkan dan tidak menurunkan mutu tunas.

Pada tahap ini media yang digunakan adalah media 2 yang mengandung ZPT BAP untuk pertumbuhan tunas. media ini digunakan setelah eksplan yang telah tumbuh pada media inisiasi. Ketika melakukan multiplikasi ini propagul yang tumbuh di bersihkan dari agar yang menempel sehingga tidak terbawa ke media multiplikasi. Dan tanaman yang terdapat akar. Dibuang agar tunas baru cepat tumbuh dan unsur ZPT yang tersedia tidak diserap oleh akar.

Tunas yang diperoleh pada tahapan ini digunakan sebagai bahan perbanyakan berikutnya, oleh karena itu pada tahapan ini dilakukan banyak sub kultur untuk melipatgandakan jumlah plantlet yang dihasilkan. Pada tahapan ini, tunas yang dihasilkan dipotong-potong dengan teknik single-node/multiple node culture maupun dengan mengambil pucuknya sebagai eksplan untuk perbanyakan. Bahan tersebut kemudian ditanam pada media baru yang umumnya mengandung sitokinin pada konsentrasi yang lebih tinggi dari auksin.

4. Elongasi Pisang Cavendish

Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi dipindahkan ke media lain yang mengandung sitokinin yang sangat rendah untuk pemanjangan tunas baik secara individu maupun secara berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih C:\Documents and Settings\aga\Local Settings\Temporary Internet Files\Content.Word\DSCI1121.jpgekonomis daripada secara individu. Pemanjangan tunas dan pengakaran dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap. Seperti yang dilakukan di lakukan di service laboratory, tahap pemanjangan tunas dan pengakaran disatukan dalam satu tahap. Media yang digunakan adalah media 2N yang mengandung ZPT sitokinin BAP dan ZPT auxin NAA. Tetapi setelah dilakukan Text Box: Gambar 13. Hasil Elongasitahap elongasi ini, di laboratorium SEAMEO BIOTROP di lakukan kembali induksi perakaran, agar pertumbuhan akar lebih sempurna.

5. Induksi Perakaran Pisang Cavendish

C:\Documents and Settings\aga\Local Settings\Temporary Internet Files\Content.Word\DSCI1124.jpgText Box: Gambar 14. Hasil Induksi PerakaranTunas-tunas yang telah diperpanjang melalui tahap elongasi kemudian dipindahkan ke media perakaran. Pada tahap elongasi sebenarnya akar telah muncul namun sebelum dilakukan tahap aklimatisasi akar-akar tersebut harus diperpanjang agar pertumbuhan pada saat aklimatisasi berjalan baik dan tidak menghambat pertumbuhan.

Pada tahap ini yang dilakukan di perusahaan menggunakan media R yang dapat membantu pertumbuhan akar agar siap dilakukan proses aklimatisasi.

Tunas atau plantlet yang dihasilkan dari tahapan sebelumnya tersebut umumnya masih sangat kecil atau tunas yang belum dilengkapi dengan akar sehingga belum mampu untuk mendukung pertumbuhannya dalam kondisi invivo. Oleh karena itu, dalam tahap ini masing-masing plantlet yang dihasilkan ditumbuhkan untuk pembesaran, pengakaran dan perangsangan aktifitas fotosintesisnya.

6. Aklimatisasi Pisang Cavendish

Tahapan aklimatisasi ini adalah tahap pemindahan plantet dari kondisi invitro ke kondisi invivo. Tahap ini sangat penting dan harus dilakukan secara hati-hati, karena jika tidak dilakukan dengan baik maka sebagian besar plantet yang dihasilkan dapat mati/musnah.

Text Box: Gambar 15. Hasil AklimatisasiC:\Documents and Settings\aga\Local Settings\Temporary Internet Files\Content.Word\DSCI0870.jpgAklimatisasi merupakan kegiatan pengkondisian planlet dari dari dalam botol ke lingkungan di luar botol. Tanaman pisang yang telah berbentuk planlet yang telah ddiinduksi perakarannya kemudian dilakukab proses aklimatisasi untuk memperkuat kondisinya agar dapat bertahan di lingkungan luar. Media yang digunakan dalam kegiatan aklimatisasi ini adalah campuran antara pasir dengan media eceng gondok dengan perbandingan 3 : 4. media tersebut disterilisasi terlebih dahulu dengan cara dikukus didalam drum bekas berisi air yang dipanaskan diatas kompor gas selama 6 jam. Setelah disterilisasi, media ditempatkan pada bak media sebanyak 1/3 volumenya kemudian disemprot menggunakan bakterisida dan didiamkan selama 1 hari sebelumnya.

7. Pembesaran Bibit di Polybag

Kegiatan yang dilakukan setelah proses aklimatisasi adalah penanaman di polybag untuk pembesaran bibit dilapangan. Penanaman sekaligus pembesaran di polibag merupakan kegiatan yang dilakukan pasca aklimatisasi. Polibag yang digunakan berukuran 10 x 15 cm. Sedangkan komposisi media polibag adalah tanah dan arang sekam dengan perbandingan 3 : 1. Penyemprotan dengan menggunakan bakterisida (orthocide) dan fungisida (agrept) dilakukan minimal satu hari sebelum media digunakan.

Tanaman pisang yang sudah diaklimatisasi setelah satu bulan akan dibibitkan atau dipindahkan ke dalam polybag, kemudian diletakkan di dalam net house dan diberi sungkup, setelah satu minggu tanaman jati sudah dapat dikeluarkan dari dalam sungkup dan diletakkan di bawah paranet (net house). Kemudian minimal dua minggu atau maksimal satu bulan tanaman jati sudah dapat dikeluarkan ke lapangan, pengkondisian seperti ini bertujuan agar tanaman dapat beradaptasi dengan tempat atau lingkungan yang berintensitas cahaya tinggi.

Pemeliharaan juga dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal, sehingga bebas dari serangan hama serta mikroorganisme penyebab penyakit (pathogen). Pemeliharaan dapat berupa pemberian pupuk, penyemprotan pencegah hama dan penyakit serta penyiangan gulma.


V. PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil kegiatan praktek keja lapangan di industri Services Laboratory SEAMEO BIOTROP dapat diambil simpulan bahwa:

1. Penulis mengetahui kondisi lingkungan industri dalam bidang produksi bibit pisang cavendish secara kultur jaringan.

2. Kegiatan yang dilakukan dalam proses perbanyakan tanaman pisang Cavendish secara kultur jaringan adalah pembuatan media, inisiasi eksplan pisang, multiplikasi propagul pisang, Elongasi pisang, induksi perakaran, aklimatisasi dan pembesaran bibit.

3. Media yang digunakan adalah media MS (Murashige dan Skoog). Media yang digunakan dalam proses inisiasi adalah media O + media Cair, media yang digunakan untuk multiplikasi adalah menggunakan media 2 yang mengandung ZPT BAP, sedangkan media yang digunakan untuk elongasi tunas adalah menggunakan media 2N yang mengandung ZPT BAP dan NAA. Sedangkan untuk induksi perakaran media yang digunakan adalah media R.

4. Sterilisasi media dilakukan pada suhu 1210 C dengan menggunakan autoklaf.

5. Untuk sterilisasi eksplan digunakan beberapa bahan yaitu larutan tween, bakterisida (agrept) dan fungisida (benstar) serta larutan bayclean 30 % dan 20 % serta alkohol 70%.

6. Pada proses aklimatisasi media yang digunakan adalah media eceng gondok + pasir dengan perbandingan 4 : 3.

7. Dengan adanya PKL ini maka mahasiswa mengetahui teknik perbanyakan tanaman pisang cavendish melalui teknik kultur jaringan, memperoleh pengalaman dilapangan mengenai produksi bibit pisang, mengetahui kondisi perusahaan kultur jaringan, serta mampu menyelesaikan program akademik kampus.

C. Saran

Saran Untuk Perusahaan

1. Diharapkan peralatan yang digunakan untuk proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan khususnya dalam proses inisiasi diperlengkap.

2. Diharapkan perusahaan melakukan evaluasi kinerja dari mahasiswa PKL

Saran Untuk Kampus

Diharapkan dilakukan monitoring tepat pada waktunya.


DAFTAR PUSTAKA


Avivi.s.s dan Ikrawati. 2004. Mikropropagasi Pisang Melalui Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Ilmu Pertanian. 11:27-34

PPPPTK Pertanian. 2007. Panduan PKL Mahasiswa Program Pendidikan Diploma IV VEDCA Agribisnis Pertanian Manajemen Agrondustri. Cianjur: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian

Sugito,H. 2008. Bahan Kuliah Kultur jaringan tanaman. Cianjur: PPPPTK Pertanian. Tidak dipublikasikan

Sugito,H. 2008. Modul PJJ Mikropropagasi Tanaman Hortikultura. Cianjur: PPPPTK Pertanian.

Yusnita. 2004. Kultur Jaringan. Cara Perbanyakan Tanaman Secara Efisiensi. Agro Media: Jakarta

http://id.wikipedia.org/wiki/Pisang. 29/11/2008

http://wapedia.mobi/id/Pisang. 29/11/2008

http://atar.wordpress.com/2007/06/20/perbanyakan-tanaman-melalui-kultur-jaringan/. 28/11/2008

http://dapurmlandhing.dagdigdug.com/2008/04/26/pisang-kepok-kuning/. 28/11/2008

http://www.iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2&id=136. 28/11/2008




1 komentar:

bhoang mengatakan...

nuhun info na bos........